Santo Tarsius

Oke, pada tanggal 15 Agustus ini kita memperingati Santo Pelindung dari KMK UNMUL yaitu Santo Tarsisius. Santo Tarsisius lahir pada abad ketiga di Kota Roma, Italia dan wafat pada usia yang masih sangat muda di tangan teman – temannya sendiri ketika Tarsisius pergi mengantarkan sakramen mahakudus untuk para tawanan di penjara. Berikut adalah kisah Santo Tarsisius yang diambil dari InfoKatolik.com

Tarsisius adalah seorang pelayan altar (akolit) yang hidup di abad ketiga, pada zaman pemerintahan Kaisar Valerianus. Ia tinggal di Roma, Italia. Ketika berumur sepuluh tahun, ia bersama ibunya biasa mengikuti Misa pagi. Masa itu masa penganiayaan bagi umat Kristiani; karena itu Misa pagi dilakukan di tempat yang tersembunyi. Setelah memastikan sekelilingnya aman, Tarsisius mengetuk sebuah dinding batu. Itu adalah pintu masuk menuju sebuah makam bawah tanah yang dijadikan kapel. Tempat ini sering disebut katakombe. Mereka berjalan merangkak masuk, dan di sana ditemukan begitu banyak umat Kristiani yang sedang berdoa.

Tak lama kemudian, muncul seorang imam. Mereka bersama-sama merayakan Perjamuan Tuhan. Tarsisius merasa amat bahagia bila menerima Tubuh Kristus. Setiap kali mendengar imam berkata: “Makanlah dan minumlah, inilah Tubuh-Ku, inilah Darah-Ku”, Tarsisius merasa damai.

Namun hari itu, setelah Misa selesai, pastor yang memimpin misa (Tradisi lain menyebutkan : Paus yang memimpin misa) melihat sekeliling. Ia berseru, “Kita sama seperti saudara-saudara kita yang rela mati demi iman akan Tuhan yang bangkit. Saat ini mereka sedang dalam penjara. Besok, mereka akan dilemparkan ke tengah singa lapar. Mereka hanya berharap agar sebelum mati di mulut singa- singa lapar itu, mereka menerima santapan kekal, Tubuh Tuhan yang Mahakudus. Siapakah yang rela ke penjara mengantar roti kudus ini?”

Mendengar pertanyaan itu, umat saling memandang ketakutan. “Pastor, Anda tak boleh pergi. Pastor pasti ditangkap,” kata salah seorang umat. Dari umat yang hadir ada seorang serdadu Roma yang baru saja bertobat. Mantan serdadu ini menawarkan diri untuk melakukan tugas itu. Namun, umat juga keberatan karena mantan serdadu ini pun sedang dicari-cari.

Tarsisius merasa mampu melaksanakan tugas mulia itu. Tanpa bersuara, ia menengadah ke arah ibunya. Ibunya mengerti maksud Tarsisius dan menganggukkan kepala. Tarsisius berdiri dan berkata, “Pastor, biarkan aku ke sana membawa Tubuh Kristus untuk saudara-saudara kita.” Pastor menggeleng, “Engkau masih terlalu kecil. Kalau serdadu Romawi menangkapmu, apa yang akan kau perbuat?”

Tarsisius berusaha meyakinkan pastor. “Percayalah, Pastor. Saya akan berhati-hati dan menjaga Ekaristi Mahakudus ini supaya tiba dengan selamat.” Melihat keberanian Tarsisius, imam lalu membungkus Sakramen Mahakudus dan memberikannya kepada Tarsisius.

Perjalanan melewati daerah serdadu Romawi aman. Namun, justru saat melewati sebuah lapangan tempat teman-teman Tarsisius sedang bermain, halangan muncul. Teman-temannya mengajaknya bermain. Tarsisius menolak. Teman-temannya heran. Mereka mengerumuni Tarsisius. Ketika mereka melihat Tarsisius memegang sesuatu di tangan, mereka menarik tangan Tarsisius, dan berusaha melihat apa yang ada di dalamnya. Tarsisius tidak melepaskan tangannya. Bahkan, ia semakin kuat mempertahankan apa yang sedang dipegangnya. Akhirnya, Tarsisius jatuh.

Satu di antara anak-anak itu kesal, karena tidak berhasil melepaskan tangan Tarsisius. Katanya, “Ayo kita buktikan siapa yang paling kuat!” Ia mengambil batu dan melemparkannya ke arah Tarsisius. Tarsisius bergeming namun tangannya tetap tak terbuka. Kini, ia semakin kuat memeluk Sakramen Mahakudus di dadanya. Anak-anak itu semakin marah dan brutal. Mereka merajam Tarsisius dengan batu berkali-kali.

Beberapa menit kemudian, Tarsisius sudah tak sadarkan diri. Tiba-tiba terdengar suara, “Berhenti! Mengapa kalian menganiaya dia?” Anak-anak itu lari terbirit-birit. Ternyata, suara itu berasal dari serdadu Romawi yang bertobat, yang sebelumnya telah menawarkan diri untuk membawa Sakramen Mahakudus. Mantan serdadu ini mengikuti Tarsisius dari jauh. Ia lari ke arah Tarsisius, memeluknya dengan perasaan sedih. Ia menggendong Tarsisius yang sudah tak sadarkan diri. “Tarsisius, Tarsisius,” panggilnya dengan suara halus. Tarsisius membuka matanya yang memar dan berkata pelan, “Tubuh Kristus masih di tanganku.” Setelah mengatakan itu, Tarsisius menutup matanya.

Tarsisius meninggal dalam perjalanan pulang menuju katakombe. Jasadnya dimakamkan di katakombe Santo Kalisitus, Roma.

Atas pengorbanannya untuk kelangsungan ekaristi, Santo Tarsisius diangkat menjadi santo pelindung para misdinar/putra altar dan penerima komuni pertama. Pesta Santo Tarsisius dirayakan pada tanggal 15 Agustus menurut Martirologi Roma. Saat ini peninggalan Santo Tarsisius bisa ditemukan di Gereja San Silvestro de Capite di Roma

Hal yang dapat kita teladani dari santo tarsisius adalah kerelaannya dalam pelayanan, baik di gereja maupun dengan sesama orang katolik, terutama yang sedang menderita. Ia rela mengorbankan banyak hal bahkan nyawanya agar ekaristi dapat berlangsung, walaupun usianya sangat muda. 

Kita sebagai orang muda katolik yang hidup di masa sekarang yang tidak perlu khawatir lagi akan kehilangan nyawa dalam pelayanan harusnya bisa lebih semangat dalam melakukan tugas pelayanan kita, baik di gereja maupun pelayanan terhadap sesama. Semoga Tuhan Yesus menyertai pelayanan kita di dunia ini, Santo Tarsisius doakanlah kami. Amin.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TATA PERAYAAN EKARISTI (RITUS NOVUS ORDO)

Logo/Lambang Organisasi KMK St. Tarsisius Unmul

Hari Ayah Nasional 12 November 2019