MARI MENGENAL KITAB DUTEROKANONIKA



KMK PEDIA 

TEMA : BULAN KITAB SUCI

JUDUL : MARI MENGENAL KITAB DUTEROKANONIKA


Sebagai umat Kristen tentu memiliki Kitab Suci, namun jika kita akan membaca Kitab Suci tentu kita akan menemukan bahwa terdapat perbedaan pada sampul depan Kitab Suci antara Kitab Suci Katolik dan Kitab Suci Protestan. Dalam Sanjaya (2011), Fundamental antara Kitab Suci Katolik dan Kitab Suci Protestan 1 adalah keberadaan sekelompok tulisan yang biasa disebut tulisan-tulisan Deuterokanonika, nama Deuterokanonika adalah sebutan khas yang digunakan oleh kelompok Katolik; sementara kelompok Protestan menyebutnya kitab-kitab Apokrifa.


Latar belakang Kitab Suci Deuterokanonika :


Bangsa Yahudi hidup tersebar di dunia Israel/Palestina dan di luar Israel  sejak pecahnya Kerajaan Daud/Salomo (920 s.M.) Semakin banyak yang di luar Israel setelah hancurnya Kerajaan Utara  oleh raja Asyur (722 s.M.), musnahnya kerajaan Selatan oleh raja  Babilonia (273 s.M.) dan penghancuran Bait Allah dan kota Yerusalem  oleh kaisar Titus (70 M.). Bangsa Yahudi di luar Israel (diaspora) tidak berbahasa Ibrani/Aram lagi  seperti orang Israel di tanah airnya. Mereka berbahasa Yunani. Karena  itu sejak abad IV s.M. kitab-kitab suci orang Ibrani diterjemahkan ke  dalam bahasa Yunani (Septuaginta, LXX).

Akhir abad I (95/96 M di Yamnia) atau awal abad II M, para tua-tua Yahudi baru  menetapkan kitab-kitab yang masuk dalam Tanakh (Torah, Nebiim, Ketubim) = 39 buku (Kejadian – Maleakhi). Yang paling lambat ditetapkan ialah bagian Ketubim.

Mat 5:17, “"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan

hukum Taurat atau kitab para nabi.”

Luk 24:44, “Ia berkata kepada mereka: "Inilah perkataan-Ku, yang telah  Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni  bahwa harus digenapi semua yang ada tertulis tentang Aku dalam kitab Taurat  Musa dan kitab nabi-nabi dan kitab Mazmur.”

Kelompok Yahudi di luar Israel terus memakai Septuaginta  (kanon Yunani) yang jumlah bukunya lebih banyak daripada  kanon Ibrani.

Gereja perdana dan para bapa gereja perdana juga  menggunakan LXX (mengingat orang kristen luar Israel juga  hanya berbahasa Yunani). Banyak teks PB mengacu kepada LXX,  meskipun tidak mengutip secara harafiah.

Gereja perdana menetapkan kanon PL dengan berpedoman  kepada LXX. LXX diterjemahkan ke dalam bhs Latin, direvisi  terjemahannya oleh S. Hieronimus pada abad IV.

Susunan PL Kristen yang memuat 7 kitab Deuterokanonika ini dipakai Gereja  tanpa masalah berarti sampai zaman Reformasi abad ke-16. Martin Luther memilih untuk mengambil kanon Ibrani (39 buku) sebagai  buku-buku yang diinspirasikan, bukan kanon Yunani (LXX). Sebagian karena  alasan bahasa, sebagian karena alasan teologis (penolakan akan konsep api  pencucian, misalnya). Gereja Katolik dan Ortodoks yang berpisah tahun 1054 tetap menerima  kanon Yunani sebagai kitab suci/alkitab sampai sekarang.

Deuterokanonika adalah istilah yang dipakai setelah abad ke 16, yang artinya adalah yang termasuk dalam kanon kedua. Istilah ini dipakai untuk membedakan dengan kitab-kitab Perjanjian Lama lainnya yang diterima oleh gereja Protestan, yang disebut sebagai proto-canon. Namun sebenarnya Kitab Deuterokanonika ini telah termasuk dalam kanon Septuaginta, yaitu Kitab Suci yang dipergunakan oleh Yesus dan para Rasul. Dengan berpegang pada Tradisi Para Rasul,  Magisterium Gereja Katolik memasukkan kitab Deuterokanonika dalam kanon Kitab Suci, seperti yang telah ditetapkan oleh Paus Damasus I (382) dan kemudian oleh Konsili Hippo (393) dan Konsili Carthage (397). Kita percaya mereka diinspirasikan oleh Roh Kudus untuk menentukan keotentikan kitab-kitab ini, berdasarkan ajaran- ajaran yang terkandung di dalamnya. Kitab- kitab Deuterokanonika ini, bersamaan dengan kitab-kitab lainnya dalam PL dan PB, dikutip oleh para Bapa Gereja di abad- abad awal untuk pengajaran iman, dan prinsip- prinsip pengajaran pada kitab Deoterokanonika ini berada dalam kesatuan dengan PL dan PB.

Naskah-naskah Kitab Suci deuterokanonika adalah:

  1. Tobit

  2. Yudit

  3. Tambahan Ester (Vulgata Esther 10:4-16:24)

  4. Kebijaksanaan

  5. Ben Sira, juga disebut Sirakh atau Ecclesiasticus

  6. Barukh, termasuk di dalamnya Surat Yeremia (Tambahan Yeremia[2])

  7. Tambahan Daniel:  Nyanyian Tiga Anak Suci (Vulgata Daniel 3:24-90)

Riwayat Susana (Vulgata Daniel 13, Septuaginta prolog)

Patung Dewa Baal dan Naga (Vulgata Daniel 14, Septuaginta epilog)

  1. 1 Makabe

  2. 2 Makabe

Secara umum dapat dikatakan bahwa Gereja sebenarnya tidak pernah mencapai kesepakatan utuh sehubungan dengan kanonisitas dari tulisan-tulisan Deuterokanonika yang tidak termasuk kanon Ibrani. Di satu pihak, beberapa Bapa Gereja menyadari dan mengakui bahwa kanon yang harus diikuti adalah kanon Kitab Suci Ibrani yang memuat 22/24 kitab tanpa menyertakan tulisan-tulisan Deuterokanonika. Akan tetapi di lain pihak, sebagai seorang tokoh Gereja mereka tetap begitu saja menggunakan dan mengutip tulisan-tulisan Deuterokanonika dan memperlakukannya seolah-olah bagian dari Kitab Suci. Hal ini kentara khususnya di wilayah Timur.Di Timur, ada kecenderungan cukup kuat untuk mengikuti kanon Ibrani dan dengan demikian menolak tulisan-tulisan Deuterokanonika, khususnya mulai dengan Origenes. Origenes mengakui ada perbedaan yang tidak kecil antara teks Ibrani dan teks Yunani. Akan tetapi tidak berarti bahwa ia menolak atau melepaskan LXX. Di wilayah Barat, Agustinus tampil sebagai pembela kanon “panjang” yang diwarisi oleh Gereja. Daftar kitab yang disusun oleh Agustinus didasarkan pada kebiasaan menggunakan tulisan-tulisan tersebut yang sudah cukup lama hidup di dalam Gereja. 

Setelah perjalanan panjang, akhirnya pada 8 April 1546, dalam sesi ke-IV Konsili Trento, melalui dekrit De Canonicis Scripturis, dinya-takanlah secara definitif dan mengikat kanon Kitab Suci Katolik. Ada tujuh puluh tiga kitab yang dinyatakan kanonik, terdiri dari empat puluh enam kitab Perjanjian Lama dan dua puluh tujuh tulisan-tulisan Perjan-jian Baru. Banyak orang mengatakan bahwa Konsili Trento diadakan dalam situasi yang tidak ideal. Nuansa polemik dengan reformasi dapat dipastikan mempengaruhi dekrit-dekrit yang dihasilkan oleh Konsili Trento, akan tetapi dengan menerima kanon “panjang” Konsili Trento justru memelihara semangat dan tradisi Gereja awal. Sementara kelompok yang ingin kembali ke kekristenan awal primitif dengan mengikuti kanon Ibrani, yang sebenarnya ditentukan pada periode yang lebih kemudian. Keputusan Konsili Trento ini tidak hanya didasarkan pada pertimbangan sejarah, akan tetapi juga pertimbangan teologis, yaitu bahwa sejak awal Gereja sudah menggunakan tulisan-tulisan tertentu.

Walaupun masih banyak polemic-polemik yang terjadi karena perbedaan dan pemahaman yang ada kita sebagai umat katolik harus tetap membaca Kita Suci sebagai dasar firman Tuhan dengan membaca Kita Suci kita dapat melakukan kehendak Bapa, kita dapat melakukan pewartaan ikut ambil bagian dalam karya Bapa bagi umat manusia khususnya kita para muda/I katolik.



Sumber :

Sanjaya, Indra. 2011. DEUTEROKANONIKA

MENURUT DOKUMEN KOMISI KITAB SUCI KEPAUSAN DISKURSUS, Volume 10, Nomor 1, April 2011: 98-123. Fakultas Teologi, Universitas Sanata Dharma.


http://p2k.unkris.ac.id/id3/1-3065-2962/Deuterokanonika_27747_p2k-unkris.html

https://katolisitas.org/tentang-kitab-kitab-deuterokanonika/

https://www.alkitab.or.id/materi-seminar/Teks&Terjemahan-Deuterokanonika.pdf





Komentar

Postingan populer dari blog ini

TATA PERAYAAN EKARISTI (RITUS NOVUS ORDO)

Logo/Lambang Organisasi KMK St. Tarsisius Unmul

Hari Ayah Nasional 12 November 2019